EKPERIMENTASI
MODEL PEMBELAJARAN CTL (Contextual
Teaching and Learning) PADA
KOMPETENSI FUNGSI DITINJAU DARI AKTIVITAS BELAJAR SISWA KELAS X SMA NEGERI 5
PURWOREJO TAHUN PELAJARAN 2011/2012
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG MASALAH
Pendidikan
Indonesia memang ada kemajuan dan inovasi serta prestasi di berbagai bidang,
namun hal itu tidak merubah penilaian dunia terhadap tingkat pendidikan secara
menyeluruh di Indonesia.
Berdasarkan
data dalam Education For All (EFA) Global Monitoring Report 2011: The Hidden
Crisis, Armed Conflict and Education yang dikeluarkan Organisasi Pendidikan,
Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) yang
diluncurkan di New York, indeks pembangunan pendidikan atau education
development index (EDI) berdasarkan data tahun 2008 adalah 0,934. untuk
semua atau education for all di Indonesia menurun. Jika pada 2010 lalu
Indonesia berada di peringkat 65, tahun ini merosot ke peringkat 69. Nilai itu
menempatkan Indonesia di posisi ke-69 dari 127 negara di dunia.
Tuntutan untuk menyelenggarakan pendidikan bermutu
merupakan amanat dari UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional. Pasal 50 ayat 2 berbunyi : ”Pemerintah menentukan kebijakan nasional
dan standar nasional pendidikan untuk menjamin mutu pendidikan nasional”.
Selanjutnya, untuk menjamin terselenggaranya pendidikan bermutu yang didasarkan
pada standar nasional pendidikan, maka pemerintah telah menetapkan Peraturan
Pemerintah (PP) Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Di dalam PP Nomor 19 Tahun 2005 tersebut dinyatakan ada delapan komponen Standar Nasional Pendidikan (SNP), yakni standar kompetensi lulusan, standar isi, standar proses, standar sarana dan prasarana, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian. Seluruh penyelenggaraan pendidikan harus mengacu pada tercapainya delapan standar nasional tersebut.
Di dalam PP Nomor 19 Tahun 2005 tersebut dinyatakan ada delapan komponen Standar Nasional Pendidikan (SNP), yakni standar kompetensi lulusan, standar isi, standar proses, standar sarana dan prasarana, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian. Seluruh penyelenggaraan pendidikan harus mengacu pada tercapainya delapan standar nasional tersebut.
Secara umum prestasi belajar anak-anak SMA di
Indonesia jika dibandingkan dengan anak-anak dari Negara lain masih jauh
ketinggalan. Paling tidak, gambaran seperti itu tampak pada studi yang
dilakukan oleh IEA (The International Association for the Evaluation of
education Achievement), sebuah organisasi yang bergerak di bidang penilaian dan
pengukuran pendidikan yang berpusat di Belanda. Berdasarkan hasil survey TIMSS
(TRENDS IN International Mathematics and Science Study) tahun 2003 yang
diselenggarakan oleh IEA, kemampuan anak-anak Indonesia dalam bidang matematika
dan IPA masing-masing berada pada peringkat 34 dan 36 dari 46 negara yang di
survey. Singapura menduduki peringkat pertama baik matematika maupun IPA.
Malaysia berada di peringkat 10 untuk matematika, dan 20 untuk IPA. Sejumlah
Negara maju di kawasan Asia Timur seperti Korea Selatan, jepang, Taiwan, dan
Hongkong, mendominasi peringkat teratas baik bidang matematika maupun IPA.
Negara-negara tersebut, termasuk Singapura dan Malaysia, dikenal mempunyai
perhatian sangat tinggi terhadap pembangunan pendidikan. Hasil survey TIMSS tahun
2007 yang diikuti oleh 48 negara juga menunjukkan bahwa mutu pendidikan di
Indonesia jauh ketinggalan dari negara-negara lain. Dalam bidang matematika dan
IPA masing-masing berada di peringkat 36 dari 48 negara peserta.
Dunia pendidikan saat ini memusatkan mutu pendidikan
pada peningkatan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) yang didalamnya terdapat guru
dan peserta didik yang memiliki perbedaan kemampuan, keterampilan, filsafat
hidup, dan lain sebagainya. Adanya
perbedaan tersebut menjadikan pembelajaran sebagai proses pendidikan memerlukan
siasat, pendekatan, metode, dan teknik yang bermacam-macam sehingga peserta
didik dapat menguasai materi dengan baik dan
mendalam. Penguasaan peserta didik terhadap suatu materi dapat dilihat
dari kecakapan yang dimiliki peserta didik yang salah satunya adalah peserta
didik menggunakan daya nalarnya untuk memecahkan suatu masalah yang ada.
Mengingat objek matematika abstrak, maka dalam
pembelajaran matematika dimulai dari objek yang
konkret sehingga konsep matematika dapat dipahami betul oleh peserta
didik, apalagi jika dikaitkan dengan kemampuan peserta didik untuk menggunakan daya nalarnya dalam memecahkan
masalah yang ada. Untuk itulah, Depdiknas (2002:6) menyatakan bahawa ”Materi
matematika dan penalaran matematika merupakan dua hal yang tidak dapat
dipisahkan, yaitu materi matematika dipahamai melalui penalaran dan penalaran
dilatih melalui belajar materi matematika.”
Namun kenyataanya sebagian besar peserta didik belum
mampu menghubungkan materi yang dipelajari dengan pengetahuan yang digunakan
atau dimanfaatkan. Hal ini disebabkan karena penggunaan sistem pembelajaran
yang yang kurang tepat yaitu peserta
didik hanya diberi pengetahuan secara lisan (ceramah), sedangkan peserta didik
membutuhkan konsep-konsep yang berhubungan dengan lingkungan sekitarnya. Karena belajar
matematika yang diberikan tidak hanya transfer
pengetahuan tetapi sesuatu yang harus dipahami oleh peserta didik yang
akan diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Belajar matematika akan lebih
bermakna jika peserta didik mengalami sendiri apa yang dipelajari daripada
hanya mengetahui secara lisan saja.
Pembelajaran matematika hendaknya dimulai dengan
pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi (contextual problem). Dengan
mengajukan masalah kontekstual, peserta didik secara bertahap dibimbing untuk
menguasai konsep matematika. Dengan peserta didik dapat menguasai materi maka
peserta didik diharapakan dapat menggunakan daya nalarnya umtuk memecahkan
suatu masalah yang ada.
Pendekatan kontekstual merupakan strategi yang
dikembangkan dengan tujuan agar pembelajaran berjalan lebih produktif dan
bermakna, tanpa harus mengubah kurikulum dan tatanan yang ada. Dengan siswa diajak bekerja dan
mengalami, siswa akan mudah memahami konsep suatu materi dan nantinya
diharapkan siswa dapat menggunakan daya nalarnya untuk menyelesaikan
masalah-masalah yang ada.
Peneliti melihat bahwa peserta didik mengalami
banyak kesulitan pada materi pokok fungsi. Kenyataan ini dapat dilihat dari
hasil belajar pada pokok bahasan ini pada tahun-tahun sebelumnya, yaitu masih
banyak peserta didik yang belum mencapai
batas tuntas yang telah ditentukan. Kesulitan yang dialami dikarenakan
kurangnya pemahaman dan kekurangtertarikan peserta didik pada pelajaran
matematika. Salah satu faktor kekurangtertarikan peserta didik adalah suasana
kelas yang pasif serta sebagian peserta didik terlanjur menganggap bahwa matematika adalah pelajaran
yang sulit sehingga kecenderungan kelas menjadi tegang, karena itulah
diperlukan guru yang aktif dan kreatif dalam kegiatan pembelajaran sehingga
peserta didik dapat menguasai materi dan mencapai tujuan pembelajaran yang
ditetapkan.
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka akan
dilakukan pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis Contextual Teaching and Learning untuk peningkatkan pemahaman
konsep fungsi.
B.
IDENTIFIKASI MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah di
atas, maka dapat dilihat beberapa permasalahan yang dapat diangkat untuk
diadakannya penelitian antara lain sbb:
1.
Adanya pandangan bahwa matematika adalah
mata pelajaran yang sulit dan membosankan yang mengakibatkan rendahnya prestasi
belajar matamatika siswa. Terkait dengan ini muncul suatu pertanyaan apakah
dengan mengubah pandangan mengenai mata pelajaran matematika dapat meningkatkan
prestasi belajar siswa atau tidak.Oleh karena itu dapat dilakukan penelitian
mengenai hal ini..
2. Rendahnya
hasil belajar matematika siswa mungkin berkaitan dengan aktivitas belajar siswa.
Terkait dengan ini muncul pertanyaan semakin tinggi aktivitas siswa dalam
belajar matematika, semakin tinggi pula belajar matematikanya. Oleh karena itu
dapat dilakukan penelitian mengenai hal ini.
3. Kurang
tepatnya model pembelajaran yang digunakan oleh Guru sehingga pada proses
belajar mengajar dominasi Guru masih sangat tinggi, sedangkan partisipasi siswa
sangat rendah sehingga pembelajaran cenderung searah dan klasikal. Terkait
dengan hal ini muncul suatu pertanyaan apakah dengan mengubah model
pembelajaran dapat mengubah prestasi belajar matematika siswa atau tidak. Oleh
karena itu dapat dilakukan penelitian mengenai hal ini
4. Ada
kemungkinan bahwa rendahnya prestasi belajar siswa dipengaruhi oleh gaya
belajar siswa. Terkait dengan hal ini maka muncul pertanyaan apakah jika siswa
belajar sesuai dengan gaya belajarnya dapat meningkatkan prestasi belajarnya.
Oleh karena itu dapat dilakukan penelitian mengenai gaya belajar siswa.
5. Pembelajaran
ekspositori biasanya hanya mengarah pada terselesainya suatu materi tanpa
memperhatikan partisipasi dari peserta didik.
6. Akar
penyebab munculnya permasalahan tersebut adalah guru sebagai fasilitator, dalam
tahap persiapan maupun tahap penyampaian
materi ajar kurang melibatkan siswa dalam situasi optimal untuk belajar,
cenderung pembelajaran berpusat pada guru dan klasikal akibatnya, siswa kurang
mampu menangkap ide soal yang kemudian ditampilkan dalam kalimat matematika
dengan simbol-simbol. Guru sebagai fasilitator dalam tahap penyampaian
materi maupun dalam
tahap pelatihan kurang membimbing kerja kelompok dalam menganalisis permasalahan soal cerita
matematika sehingga pemahaman siswa terhadap konsep matematika yang dipelajari
kurang optimal.
C.
PEMLIHAN
MASALAH
Dari masalah yang telah diidentifikasi di atas,
peneliti akan membatasi penelitian sebagai berikut:
1. Terkait
dengan permasalahan metode dalam proses pembelajaran yang mengedepankan
keaktifan siswa. Hal ini penting mengingat paradigma pendidikan Indonesia
menuntut terjadinya perubahan ke arah belajar aktif yang berpusat pada diri
siswa. Oleh karena itu perlu diupayakan suatu strategi pembelajaran yang
mewujudkan keaktifan siswa.
2. Penerapan
konsep matematika dimana guru menghadirkan dunia nyata ke dalam kelas. Hal
tersebut mampu mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimiliki dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, sementara
siswa memperoleh pengetahuan dan ketrampilan dari konteks yang terbatasi
sedikit demi sedikit dan dari proses mengkonstruksi sendiri sebagai bekal untuk
memecahkan masalah dalam kehidupannya sebagai anggota masyarakat. Atau dengan
kata lain siswa dapat menguasai konsep dengan cara yang lebih mudah. Akibatnya
prestasi siswa dapat meningkat.
D.
PEMBATASAN
MASALAH
Dari masalah yang telah dipilih di atas, akan
diteliti mengenai pengaruh metode
pembelajaran yang mengaitkan matematika dengan kehidupan sehari-hari.
Selanjutnya dilakukan pembatasan-pembatasan sebagai berikut:
1. Metode
pembelajaran yang digunakan adalah Contextual
Teaching and Learning dan ekspositori.
2. Pemahaman
konsep matematika siswa dalam pembelajaran dibatasi pada kompetensi masalah fungsi.
3. Ruang
Lingkup penelitian adalah siswa SMA kelas X SMA Negeri 5 Purworejo.
E.
PERUMUSAN
MASLAH
Rumusan
masalah penelitian adalah sebagai berikut:
Apakah prestasi belajar matematika siswa pada kompetensi masalah fungsi dengan
pembelajaran Contextual Teaching and
Learning akan lebih baik jika dibandingkan pembelajaran dengan metode ekspositori?
F.
TUJUAN
PENELITIAN
Tujuan
penelitian ini adalah sebagai berikut:
Untuk mengetahui apakah prestasi belajar matematika
siswa pada kompetensi masalah fungsi
dengan pembelajaran Contextual Teaching
and Learning akan lebih baik jika dibandingkan pembelajaran dengan
metode ekspositori.
G.
MANFAAT
PENELITIAN
Manfaat
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Manfaat
Teoritis
Secara umum penelitian ini
memberikan sumbangan kepada dunia pendidikan untuk dapat meningkatkan prestasi
belajar matematika peserta didik. Prestasi belajar dapat dijadikan pendorong
bagi peserta didik dalam mengembangkan dan meningkatkan Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi serta berperan sebagai umpan balik dalam dunia pendidikan.
2.
Manfaat Praktis
Penelitian
ini dapat memberikan manfaat bagi guru dan siswa. Bagi guru matematika, hasil
penelitian dapat digunakan untuk menyelenggarakan layanan pembelajaran yang
inovatif dan dapat diaplikasikan untuk mengembangkan model-model pembelajaran
lebih lanjut. Bagi siswa, proses pembelajaran ini dapat meningkatkan pemahaman
konsep dan kemampuan dalam bidang matematika maupun secara umum kemampuan
mengatasi permasalahan dalam hidupnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar