Jumat, 06 April 2012

BAB II LANDASAN TEORI


BAB II
LANDASAN TEORI
A.    Kajian Teori
1.      Definisi Hasil Belajar Matematika
a.      Definisi Belajar
“Belajar” pernah dipandang sebagai proses penambahan pengetahuan. Bahkan pandangan ini mungkin hingga sekarang masih berlaku bagi sebagian orang di negeri ini. Akibatnya, “mengajar” pun dipandang sebagai proses penyampaian pengetahuan atau keterampilan dari seorang guru kepada para siswanya.
Stephert dan Ragan dalam  Catharina Tri Anni, 2004:3, mengemukakan :”Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu pereubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksinya dengan lingkungan”;
James O. Whittaker, mengemukakan: “ Belajar dapat didefinisikan sebagai proses yang menimbulkan atau merubah perilaku melalui latihan atau pengalaman”;
Aaron Quinn Sartain, dkk, mengemukakan : “Belajar dapat didefinisikan sebagai suatu perubahan perilaku sebagai hasil pengalaman”;
W.S. Winkel, mengemukakan: “Belajar adalah suatu aktivitas mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, ketrampilan, dan nilai sikap”. (Darsono, 2000: 3- 4).
Dari beberapa pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses usaha perubahan tingkah laku yang melibatkan jiwa dan raga sehingga menghasilkan perubahan dalam pengetahuan, nilai dan sikap, yang dilakukan oleh seorang individu melalui latihan dan pengalaman dalam interaksinya dengan lingkungan.
b.      Definisi Matematika
Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia paling dalam. Mulyono Abdurrahman (2003 : 252) menyatakan bahwa : Matematika adalah suatu cara untuk menemukan jawaban terhadap masalah yang dihadapi manusia, suatu cara menggunakan informasi, menggunakan pengetahuan tentang menghitung dan yang paling penting adalh memikirkan dalam diri manusia itu dalam melihat dan menggunakan hubungan-hubungan.
Menurut Herman Hudojo (2003:123) matematika merupakan suatu ilmu yang berhubungan atau menelaah bentuk-bentuk atau struktur-struktur yang abstrak dan huungan-hubungan diantara hal-hal itu. Untuk dapat memahami struktur-struktur serta hubngan-hubungan tentu saja diperlukan pemahaman tentang konsep-konsep yang terdapat di dalam matematika itu.
Menurut Johnson dan Mykkburt (Abdurahman,2007: 256) mengemukakan bahwa matematika adalah bahasa simbolis yang tinggi, praktisnya untuk mengekspresikan hubungan-hubungan kuantitatif dan keruangan, sedang fungsi teoritisnya adalah untuk memudahkan berfikir. Dalam proses belajar mengajar matematika juga terjadi proses berpikir, sebab seseorang dikatakan berpikir apabila orang itu melakukan kegiatan mental dan orang yang belajar matematika harus melakukan kegiatan normal. Dalam berpikir, orang menyusun hubungan-hubungan antara bagian-bagian informasi yang telah direkam dalam pikirannya sebagai pengertian-pengertian.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa matematika adalah suatu ilmu yang berhubungan tentang konsep-konsep dan struktur-struktur yang abstrak serta hubungan diantara hal-hal tersebut.
c.       Definisi Hasil Belajar
Hasil belajar adalah hasil yang dicapai oleh siswa yang telah mengikuti proses belajar mengajar. Hasil pada dasarnya merupakan sesuatu yang diperoleh dari suatu aktivitas, sedangkan belajar merupakan suatu proses yang mengakibatkan perubahan pada individu, yakni perubahan tingkah laku, baik aspek  pengetahuannya, keterampilannya, maupun aspek sikapnya. Hasil belajar merupakan istilah yang digunakan untuk menunjukkan tingkat keberhasilan yang dicapai oleh seseorang setelah melakukan usaha tertentu. Dalam hal ini hasil  belajar yang dicapai siswa dalam bidang  studi tertentu setelah mengikuti proses belajar mengajar.
Menurut Benyamin S. Bloom (Sumarni, 2007:30) menyebutkan ada tiga ranah belajar yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik. Hasil belajar merupakan keluaran dari suatu pemprosesan masukan. Masukan dari sistem tersebut berupa bermacam-macam informasi sedangkan keluarannya adalah perbuatannya atau kinerja. Perbuatan merupakan petunjuk bahwa proses belajar telah terjadi dan hasil belajar dapat dikelompokkan kedalam dua macam saja yaitu pengetahuan dan keterampilan. Masih menurut Sumarni (2007:30), pengetahuan terdiri dari 4 kategori, yaitu (1) pengetahuan tentang fakta, (2) pengetahuan tentang prosedur, (3) pengetahuan tentang konsep, dan (4) pengetahuan tentang prinsip. Keterampilan juga terdiri atas empat kategori, yaitu (1) keterampilan untuk berpikir atau keterampilan kognitif, (2) keterampilan untuk bertindak atau keterampilan motorik, (3) keterampilan bereaksi atau bersikap, dan (4) keterampilan berinteraksi.
Sudjana (2003:3) menyatakan bahwa: ”Hasil belajar adalah perubahan tinkah laku yang timbul misalnya dari tidak tahu menjadi tahu”. Perubahan yang terjadi dalam proses belajar adalah berkat pengalamn atau praktek yang dilakukan dengan sengaja dan disadari atau dengan kata lain bukan karena kebetulan.tingkat pencapaian hasil belajar oleh siswa disebut hasil belajar.
Adapun Soedijarto (Masnaini, 2003:6) menyatakan bahwa Hasil belajar adalah tingkat penguasaan yang dicapai oleh pelajar dalam mengikuti program belajar mengajar sesuai dengan tujuan pendidikan. Hasil belajar dalam kerangka studi ini meliputi kawasan kognitif, afektif, dan kemampuan/kecepatan belajar seorang pelajar. Sedangkan Keller (Abdurrahman, 1999:39), mengemukakan hasil belajar adalah prestasi aktual yang ditampilkan oleh anak, hasil belajar dipengaruhi oleh besarnya usaha (perbuatan yang terarah pada penyelesaian tugas-tugas belajar) yang dilakukan oleh anak.
Dengan demikian hasil belajar dapat di simpulkan, sesuatu yang dicapai atau diperoleh siswa berkat adanya usaha atau fikiran yang mana hal tersebut dinyatakan dalam bentuk penguasaan, pengetahuan dan kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai aspek kehidupa sehingga nampak pada diri indivdu penggunaan penilaian terhadap sikap, pengetahuan dan kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai aspek kehidupan sehingga nampak pada diri individu perubahan tingkah laku secara kuantitatif
d.      Definisi hasil Belajar Matematika
Hasil belajar matematika siswa merupakan suatu indikator untuk mengukur keberhasilan siswa dalam proses pembelajaran matematika.
Sudjana (2003:3) menyatakan bahwa: ”Hasil belajar adalah perubahan tinkah laku yang timbul misalnya dari tidak tahu menjadi tahu”. Perubahan yang terjadi dalam proses belajar adalah berkat pengalamn atau praktek yang dilakukan dengan sengaja dan disadari atau dengan kata lain bukan karena kebetulan.tingkat pencapaian hasil belajar oleh siswa disebut hasil belajar.
Hasil belajar ini diperoleh siswa setelah mengikuti proses belajar mengajar. Untuk mengetahui tingkat pencapaian hasil belajar siswa atau kemampuan siswa dalam suatu pokok bahasan guru biasanya mengadakan tes hasil belajar.Hasil belajar dinyatakan dalam bentuk skor yang diperoleh siwa setelah mengikuti suatu tes hasil belajar yang diadakan setelah selesai program pengajaran.
Dapat disimpulkan bahwa hasil belajar matematika adalah tingkat keberhasilan dalam menguasai bidang studi matematika setelah memperoleh pengalaman atau proses belajar mengajar  dalam kurun waktu tertentu yang akan diperlihatkan melalui skor yang diperoleh dalam tes hasil belajar. Hasil belajar matematika dalam penelitian ini merupakan kecakapan nyata yang dapat diukur langsung dengan menggunakan tes hasil belajar matematika. Kecakapan tersebut menyatakan seberapa jauh atau seberapa besar tujuan pembelajaran atau instruksional yang telah dicapai oleh siswa dalam belajar matematika.
2.      Metode Pembelajaran
a.      Metode Pembelajaran CTL (Contextual Teaching and Learning­)
a)      Pengertian
            Dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran saat ini mulai bermunculan penemuan atau pengembangan strategi pembelajaran. Strategi pembelajaran yang saat  ini berkembang adalah strategi pemebelajaran dengan pendekatan kontekstual. Di Belanda pembelajaran ini dikenal dengan nama  Realistic Mathematics Education (RME) sedangkan di Amerika lebih dikenal dengan sebutan Contextual Teaching and Learning (CTL).
Pendekatam kontekstual adalah pendekatan dengan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajukan dengan situasi dunia nyata dan mendorong siswa membuat hubungan antara yang dimiliki dan penerapannya dalam kehidupan (Nurhadi. 2004: 1)  
Menurut Nurhadi (2004: 12)  disebutkan tentang beberapa terjemahan definisi pembelajaran kontekstual sebagai berikut.
1.  Sistem CTL merupakan proses pendidikan yang bertujuan membantu siswa melihat makna dalam bahan pekerjaan yang mereka pelajari dengan cara menghubungkan dengan konteks kehidupan mereka sehari hari yaitu dengan kontek lingkungan, pribadinya, sosialnya, dan budayanya. Untuk mencapai tujuan tersebut system CTL akan menuntun siswa melalui kedelapan komponen utam CTL yaitu melakukan hubungan yang bermakna, menegerjakan pekerjaan yang berarti, mengatur cara belajar sendiri, bekerja sama, mencapai standar yang tinggi dan asemen autentif.
2.  Ada tujuh yang mencirikan konsep CTL yaitu kebermaknaan, penerapan itensi, berfikir tingkat tinggi, kurikulum yang digunakan harus standar, berfokus pada budaya, keterlibatan siswa.aktif dan asetmen autentif. 
Kesimpulan dari pembelajaran CTL adalah konsep belajar dimana guru menghadirkan dunia nyata kedalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara penegetahuan yang dimiliki dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, sementara siswa memperoleh pengetahuan dan ketrampilan dari konteks yang terbatasi sedikit demi sedikit dan dari proses mengkonstruksi sendiri sebagai bekal untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya sebagai anggota masyarakat. 
b)     Penerapan Pembelajaran Kontekstual
Menurut Nurhadi (2004:31) ada tujuh komponen utama yang mendasari penerapan pembelajaran konteksrual di kelas. Komponen-komponen tersebut yaitu konstruktivisme, menumukan, bertanya, masyarakat belajar, pemodelan,  refleksi dan penilaian sebenarnya. Ketujuh komponen tersebut dapat diterapkan tanpa harus mengubah kurikulum yang ada, bidang studi apa saja dan kelas yang bagaimanapun keadaanya
Secara proposi ketujuh komponen pembelajaran kontekstual sebagai berikut.
1.      Konstruktivisme (Contructivism)
Merupakan landasan berpikir yang menjelaskan bahwa pengetahuandibangun sedikit demi sedikit dan hasilnya diperluas secara terbatas.Pengetahuan bukanlah sebagai fakta atau konsep yang harus diingatmelainkan harus direkonstruksi agar menciptakan pengalaman baru.Pendekatan dalam KBM ini dengan merancang pembelajaran agar siswabekerja, praktikum, demonstrasi dan menciptakan karya.
Pembelajaran menekankan pemahaman sendiri secara aktif, kreatif, dan produktif dari pengalaman atau pengetahuan terdahulu dan dari pengalaman belajar yang bermakna.
2.      Menemukan (Inkuiriy)
Menemukan merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis CTL atau pembelajaran dengan pendekatan kontekstual. Pengetahuan dan ketrampilan siswa diperoleh bukan dari hasil mengingat seperangkat fakta tetapi hasil dari penemukan sendiri. Guru selalu merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan, apapun materi yang diajarkannya. Siklus  inquiri: merumuskan masalah, observasi, bertanya, mengajukan dugaan (hipotesis), pengumpulan data dan penyimpulan
3.      Bertanya (Questioning)
Questioning atau bertanya adalah salah satu strategi pembentukan pendekatan CTL. Bagi guru bertanya dipandang sebagai kegiatan untuk mendorong  siswa mengetahui sesuatu, mengarahkan siswa untuk memperoleh informasi, membimbing dan menilai kemampuan siswa. Bagi siswa bertanya merupakan kegiatan penting dalam melaksanakan pembelajaran yang berbasis inkuiry, yaitu menggali informasi, mengkonfirmasikan apa yang sudah diketahui, dan  mengarahkan perhatian pada aspek yang belum diketahui. 
Pada semua aktivitas belajar  questioning dapat diterapkan antara siswa dengan  siswa, antara siswa dengan guru, antara guru dengan siswa, antara siswa dengan orang lain yang didatangkan ke kelas. Aktifitas bertanya juga dapat ditemukan ketika siswa berdiskusi, bekerja dalam kelompok, ketika menemukan kesulitan, dan ketika mengamati.
4.      Permodelan (Modelling)
Modeling atau permodelan adalah kegiatan pemberian model dengan tujuan untuk membahasakan gagasan yang kita fikirkan, mendemonstrasikan bagaimana kita menginginkan para siswa untuk belajar atau melakukan sesuatu yang kita inginkan. Sebuah pembelajaran ketrampilan atau pengetahuan adalah model yang bisa ditiru. Model itu bisa berupa cara mengoperasikan sesuatu, cara melempar bola dalam olah raga, contoh surat, cara melafalkan Inggris, atau guru memberi contoh cara mengerjakan sesuatu sehingga guru menjadi model tentang bagaimana belajar. Guru bukan satu-satunya perancang model, model dapat dirancang dengan melibatkan siswa.
5.      Masyarakat Belajar (Learning Community)
Masyarakat belajar adalah kegiatan pembelajaran yang difokuskan pada aktivitas berbicara dan berbagai pengalaman dengan orang lain. Aspek kerjasama dengan orang lain untuk menciptakan pembelajaran yang lebih baik untuk memberikan ruang seluas-luasnya bagi siswa untuk membuka wawasan, berani mengemukakan pendapat yang berbeda dengan orang lain pada umumnya, dan  berani berekspresi serta berkomunikasi dengan teman sekelompok atau teman sekelas. Hal ini berarti hasil pembelajaran diperoleh dengan kerjasama dengan orang lain. Hasil belajar diperoleh dari “sharing“ antara teman kelompok dan antara yang tahu dengan tidak tahu. Dalam kelas CTL, guru selalu melaksanakan pembelajaran dalam kelompok-kelompok belajar. Siswa dibagi dalam kelompok yang anggotanya heterogen, guru juga melakukan kolaborasi dengan mendatangkan ahli kedalam kelas. 
6.      Refleksi 
Refleksi adalah cara berfikir  tentang apa yang baru dipelajari atau berfikir kebelakang tentang apa yang sudah dilakukan dimasa lalu. Siswa menyimpan apa yang telah dipelajari sebagai struktur  pengetahuan yang baru yang merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya. Reflkeksi merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas atau pengetahuan yang baru diterima. Pengetahuan yang diperoleh siswa diperluas melaui konteks pembelajaran, yang kemudian diperluas sedikit demi sedikit. Guru membantu siswa membuat hubungan-hubungan antara pengetahuan yang dimiliki sebelumnya dengan pengetahuan yang baru.
7.      Penilaian Yang Sebenarnya (Authentic Assessment)
Penilaian adalah proses  pengumpulan berbagai data yang dapat memberi gambaran  pengembangan belajar siswa. Gambaran itu perlu diperoleh guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalamim proses  belajar yang benar. Apabila data yang dikumpulkan guru untuk mengidentifikasikan bahwa siswa mengalami kemacetan dalam belajar , maka guru segera mengambil tindakan yang tepat  agar siswa tebebas dari kemacetan belajar. Penilaian dilakukan secara terintegrasi dari kegiatan pembelajaran. Data  yang dikumpulkan harus dari kegiatan  yang nyata yang dikerjakan siswa pada proses pembelajaran. Jika guru ingin mengetahui perkembangan siswa  maka guru harus mengumpulkan data dari kegiatan nyata saat siswa melakukan kegiatan atau percobaan. 
Menurut Zahorik (1995) dalam buku Depdiknas (2002: 7) ada lima elemen yang harus diperhatikan dalam praktek pembelajaran CTL yaitu:
a. Pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (Activating Knowledge).
b. Pemerolehan pengetahuan baru (Acquiring Knowledge) dengan cara mempelajari secara keseluruhan dulu, kemudian memperhatikan detailnya.
c. Pemahaman pengetahuan (Understanding Knowledg), yaitu dengan cara menyusun: hipotesis, melakukan sharing dengan orang lain agar mendapat tanggapan dan atas dasar tanggapan itu konsep direvisi dan dikembangkan.
d. Mempraktekan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying knowledg).
e. Melakukan refleksi (relfekting knowledge) terhadap strategi pengembangan pengetahuan tersebut.

c)      Perbedaan Pendekatan Kontekstual Dengan Pendekatan
Tradisional (Behaviorisme/Ekpositori)

No
Kontekstual
Ekspositori
1
Siswa secara aktif terlibat dalam proses pembelajaran
Siswa adalah penerima informasi secara pasif
2
Pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata dari atau masalah yang disimulasikan
Pembelajaran sangat abstrak dan teoritis
3
Pemahaman rumus dikembangkan atas dasar skema yang sudah ada dalam diri siswa
Rumus itu ada diluar diri siswa, yang harus diterangkan, diterima, di hafalkan, dan dilatih
4
Pemahaman rumus relative berbeda antara siswa satu dengan yang lainnya, sesuai dengan skema siswa (on going proess of development)
Rumus adalah kebenaran absolute (sama untuk semua orang), Hanya ada dua kemungkinan yaitu pemahaman rumus yang salah atau pemahaman rumus yang salah
5
Siswa menggunakan ke mampuan berfikir kritis, terlibat penuh dalam mengupayakan terjadinya proses pem-belajaran yang efektif, ikut bertanggung jawab atas terjadinya proses pem-belajaran yang efektif, dan membawa skemta masing-masing ke dalam proses pembelajaran.
Siswa secara pasif menriman rumus atau kaidah (membaca, mendengarkan, mencatat,
menghafal) tanpa memberikan kontribusi ide dalam proses pembelajaran. 
6
Siswa diminta bertanggung jawab memonitor dan mengembangkan pembelajaran  mereka masing-masing.
Guru adalah penentujalannya proses pembelajaran 
7
Pembelajaran terjadi diber bagai tempat, konteks, dan setting
Pembelajaran hanya terjadi dalam kelas 




b.      Metode Ekspositori
Metode ekspositori adalah metode pembelajaran yang digunakan dengan memberikan keterangan terlebih dahulu definisi, prinsip dan konsep materi pelajaran serta memberikan contoh-contoh latihan pemecahan masalah dalam bentuk ceramah, demonstrasi, tanya jawab dan penugasan. Siswa mengikuti pola yang ditetapkan oleh guru secara cermat. Penggunaan metode ekspositori merupakan metode pembelajaran mengarah kepada tersampaikannya isi pelajaran kepada siswa secara langsung.
Penggunaan metode ini siswa tidak perlu mencari dan menemukan sendiri fakta-fakta, konsep dan prinsip karena telah disajikan secara jelas oleh guru. Kegiatan pembelajaran dengan menggunakan metode ekspositori cenderung berpusat kepada guru. Guru aktif memberikan penjelasan atau informasi pembelajaran secara terperinci tentang materi pembelajaran. Metode ekspositori sering dianalogikan dengan metode ceramah, karena sifatnya sama-sama memberikan informasi.
Menurut Hasibuan dan Moedjiono (2000 : 13) metode ceramah adalah cara penyampaian bahan pelajara dengan komunikasi lisan. Metode ceramah lebih efektif dan efisien untuk menyampaikan informasi dan pengertian. Margono (1989 : 30) mengem,ukakan bahwa metode ceramah adalah metode mengajar yang menggunakan penjelasan verbal. Komunikasi bersifat satu arah dan sering dilengkapi dengan alat bantu audio visual, demonstrasi, tanya jawab, diskusi singkat dan sebagainya. Lebih lanjut Hasibuan dan Moedjiono (2000 : 13) mengemukakan bahwa agar metode ceramah efektif perlu dipersiapkan langkah-langkah sebagai berikut: a) merumuskan tujuan instruksional khusus yang luas, b) mengidentifikasi dan memahami karakteristik siswa, c) menyusun bahan ceramah dengan menggunakan bahan pengait (advance organizer), d) menyampai-kan bahan dengan memberi keterangan singkat dengan menggunakan papan tulis, memberikan contoh-contoh yang kongkrit dan memberikan umpan balik (feed back), memberikan rangkuman setiap akhir pembahasan materi, e) merencanakan evaluasi secara terprogram
Dari beberapa pendapat di atas, bahwa metode ekspositori yang digunakan dalam penelitian ini adalah mengobinasikan metode ceramah, tanya jawab dan pemberian tugas. Pemberian tugas diberikan guru berupa soal-soal (pekerjaan rumah) yang dikerjakan secara individual atau kelompok. Adapun hasil belajar yang dievaluasi adalah luas dan jumlah pengetahuan, keterampilan, dan nilai yang dikuasai siswa. Pada umumnya alat evaluasi hasil belajar yang digunakan adalah tes yang telah dibakukan atau tes buatan guru.
3.      Kerangka Berpikir
Dengan menggunakan model pembelajaran Contexstual Teaching and Learning  (CTL) pada pembelajaran matematika di SMA diharapkan dapat meningkatkan penalaran matematika siswa. Disini siswa akan lebih mudah menangkap konsep. Pemahaman konsep secara logika akan mengurangi kesalahan pengerjaan yang  dilakukan. Sehingga siswa dapat menggunakan daya nalarnya untuk memecahkan masalah yang ada. Untuk itu seorang guru harus mampu dan menguasai cara penyampaian materi pembelajaran dengan model pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL). Apabila seorang guru dalam  melakukan persiapan pembelajaran kontekstual sudah opatimal, maka dalam proses pembelajaran diharapkan hasilnya juga memuaskan karena siswa telah menguasai konsep dan siswa dapat menggunakan daya nalarnya sehingga siswa mampu mengikuti pembelajaran tersebut.  Dengan siswa diajak untuk mempraktekkan langsung pada kehidupan sehari-hari akan membuat siswa merasa senang dan merasa membutuhkan. Dengan demikian siswa akan mudah menguasai konsep dan menggunakan daya nalarnya  untuk memecahkan masalah-masalah yang muncul pada kehidupan nyata. 
4.      Hipotesis Penelitian
Hipotesis dalam penelitian ini adalah model pembelajaran CTL lebih efektif daripada model pembelajaran ekspositori terhadap penalaran matematika siswa kelas X SMA N 5 Purworejo pada pokok bahasan fungsi. Setelah siswa mempelajari materi dengan cara model pembelajaran CTL diharapkan siswa dapat menyelesaikan suatu masalah yang muncul. Hal ini dapat dilihat bagaimana siswa menyelesaikan masalah yang ada pada soal tes yang akan dilakukan dalam penelitian ini. Sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar siswa disekolah tersebut.

1 komentar: